WHY....... KAPAN....... MENUNGGU.......




9 Februari 2014 - 08.35 WIB > Dibaca 5394 kali | Komentar

Walau Undang-undang Desa sudah disahkan, namun belum serta merta direalisasikan tahun anggaran 2014 ini. Sebab untuk implementasinya masih terganjal peraturan pemerintah dan peraturan menteri terkait. Diperkirakan realisasinya pada APBN Perubahan 2014 atau APBN murni 2015.

Direktur Pemerintahan Desa dan Kelurahan, Kemendagri, Gatot Yandrianto, belum bisa memastikan kapan PP turunan UU Desa itu diterbitkan. Sebab, sampai saat ini draft PP nya masih dalam penyusunan di internal Kemendagri dalam hal ini Direktorat Jenderal Pemerintahan Desa (PMD). “Sekarang sedang dipersiapkan PP nya, masih pembahasan di internal Kemendagri,” katanya, Jumat (7/2).

Menurut Gatot, persiapan PP itu tidak hanya di Kemendagri, tapi juga memperhatikan kementerian lain seperti Kementerian Keuangan, terutama yang membahas masalah teknis alokasi dana desa (ADD) dari APBN dan dana perimbangan keuangan daerah.
“Kalau kaitan dengan APBN dan perimbangan keuangan daerah, itu di bahas oleh Kemenkeu, karena itu domain mereka,” jelas Gatot sembari mengatakan sebenarnya sudah tidak ada persoalan dengan ADD karena regulasinya dalam UU Desa sudah jelas.

Nah, PP yang akan diterbitkan pemerintah nanti akan mengatur lebih detail pelaksanaan dan penggangaran dana desa. Yang berkaitan dengan administrasi pemerintahan desa/kelurahan, teknisnya disusun oleh Kemendagri. Sedangkan berkaitan dengan alokasi 10 persen APBN untuk desa, disiapkan teknisnya oleh Kemenkeu.

“Untuk ADD sudah jelas di UU Desa, mekanisme yang akan diatur lebih detail oleh PP. Kaitan dengan 10 persen ADD, yang tahu kawan-kawan di Kemenkeu. Karena itu berkaitan dengan jumlah transfer daerah, belanja pusat daerah,” katanya.

Di UU Desa, lanjut Gatot, juga sudah diatur bahwa pengalokasian ADD disalurkan melalui pemerintah daerah kabupaten/kota. Alokasi 10 persen itu tidak bisa diganggu gugat oleh Pemda. Bahkan, pemerintah-DPR sudah menyepakati sanksi bagi daerah yang tidak menyalurkan hak pemerintah desa.

“Ada sanksi kalau dana perimbangan 10 persen untuk desa tidak disalurkan Pemda, berupa pemotongan dana perimbangan sebesar alokasi desa. Bagaimana mekanismenya itu yang diatur Kemenkeu,” ujarnya.

Lantas kapan pengalokasian ADD bisa direalisasikan, apakah tahun ini atau 2015 mendatang? Menanggapi hal ini, Gatot tak bisa memastikan. Sebab, saat ini Kemenkeu tengah merevisi UU 33/2004 tentang perimbangan keuangan.

“PP bisa keluar dalam waktu dekat, tapi kalau regulasi keuangannya, tergantung revisi UU 33 itu. Kalau proses cepat itu akan dialokasikan,” tandasnya.

Sementara Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI, Prof Djohermansyah Djohan juga mengaku belum dapat memastikan realisasi dana desa itu. ‘’Saya belum tahu apa bisa digolkan apa tidak di tahun 2014 ini. Karena undang-undangnya baru disahkan. Bahkan, saya khawatir itu belum terakomodir untuk tahun ini. Tapi kalau PP nya sudah rampung, saya pikir di APBN perubahan atau di tahun 2015, program tersebut sudah dapat dijalankan secara menyeluruh’’ terang birokrat asal Sumatera Barat itu.

Apakah ada keraguan dalam implementasi kucuran anggaran amanat dari Undang-undang desa tersebut? Ketua Komisi II DPR RI, Agun Gunanjar saat ditemui Riau Pos di ruang Komisi II, Kamis (6/2) menegaskan setiap desa dipastikan mendapatkan kucuran dana APBN.

“Pasti dapat setiap desa. Kalau undang-undang berlaku begitu diundangkan. Kalau anggaran, APBN 2014 kan sudah diketok, kalau UU sudah diketok langsung masuk (anggarannya) nggak mungkin. Logis saja, pasti di 2015,” kata Agun.

Namun demikian pihaknya tidak bisa memastikan perihal kapan pengucuran dana desa itu dimulai. Sebab, semua masalah teknis yang diamanatkan oleh UU Desa kewenangan pemerintah mengaturnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Nantinya, lanjut politikus Partai Golkar itu, pengalokasian dana desa tidak semuanya langsung ke kas desa via pemerintah daerah, ada yang melalui kementerian dan lembaga dalam bentuk kegiatan. Semua itu menurutnya diatur dalam UU APBN.

Karena itu Agun mengajak aparatur desa dikawal oleh pemerintah daerah bisa memanfaatkan dana desa sebaik-baiknya untuk kemajuan desa. Soal adanya kekhawatiran dana desa bakal dikorupsi dan semacamnya, Agung dengan tegas menyebut ada sanksi yang menanti.

“Sekarang apa lagi yang mau dikhawatirkan, semua dikhawtirkan, soal uang diselewengkan bukan hanya di desa, di DPR juga dikorupsi. Jadi gunakan dana itu dengan baik. Anda akan masuk penjara kalau korupsi, hentikanlah pikiran-pikiran curiga,” tegasnya.

Dalam RUU tersebut, Pasal 72 ayat (2) tentang Keuangan Desa, ditetapkan besarannya 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah. Asumsinya, persentase anggaran desa diambil dari jumlah dana transfer daerah tapi tidak mengganggu dana transfer daerah itu sendiri.

Selain dari APBN, alokasi dana untuk seluruh desa juga akan diambil 10 persen dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dengan kisaran angka Rp45,4 triliun. Nah, jika ditotal alokasi dana untuk desa nantinya mencapai Rp104,6 triliun lebih. Ketentuan ini akan diperjelas dalam peraturan yang sedang digodok pemerintah.

Sementara mantan Ketua Pansus UU Desa, Ahmad Muqowam mengatakan pengesahan UU Desa juga berdampak baik bagi para perangkat desa. Selain memperoleh penghasilan tetap, kades dan perangkat desa juga akan mendapat jaminan kesehatan dan dapat menikmati penerimaan lainnya yang sah, yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bahkan DPR-dan pemerintah juga bersepakat menerapkan sanksi bagi kabupaten/kota yang tidak memberikan alokasi dana desa sebagaimana amanat UU berupa pemotongan dana transfer daerah. “Pemerintah dapat menunda dan atau melakukan pemotongan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi dana alokasi khusus yang seharusnya disalurkan ke desa,’’ jelasnya.

Di dalam UU Desa juga diatur tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMD), yang sebagian modalnya akan dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan. ketentuan ini untuk mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya demi kesejahteraan masyarakat desa.

Kemudian, UU Desa juga mengatur keberadaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Lembaga itu melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. ‘’Artinya undang-undang baru ini untuk pembangunan desa yang lebih baik,’’ tutupnya.(ksm/fat/eko/rio/rul/hpz)
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JALAN TAK SELAMANYA LURUS DAN MULUS

UPAYA PEMERHATI KETHEK OGLENG