Penyusunan APBDes Berantakan By RADARMADIUNWEB - Tue Feb 10, 8:58 am

KOTA – Implementasi penyusunan APBDes 2015 di masing-masing desa di wilayah Kabupaten Pacitan terancam berantakan. Kondisi itu muncul, menyusul terbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2014, tentang penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD), ada sebagian desa yang jatah honor perangkat desanya berkurang
.
Ketua Forum Kerukunan Kepala Desa (FKKD) Pacitan, Ismono mengungkapkan, hal ini, disebabkan dalam PP tersebut Pasal 100 menyebutkan hanya 30 persen dari dana desa dialokasikan untuk belanja operasional. Sedangkan 70 persennya dipergunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat.
Ismono merinci, untuk pos belanja dari alokasi 30 persen operasional desa terbagi menjadi 4 item. Meliputi penghasilan tetap kades dan perangkatnya, tunjangan BPD, operasional Pemdes dan BPD dan insentif bagi petugas RT/RW. Sedangkan total ADD sebesar 70 persen itu, seperti biasa digunakan untuk pemberdayaan. ‘’Akan tetapi, sekarang ini timbul permasalahan terkait ADD sebesar 30 persen yang mana sebagian dari desa tidak terpenuhi untuk membiayai belanja operasional desa dari alokasi sebesar 30 persen ADD yang diterima. Bahkan minus,’’ ujarnya, kemarin (9/2).
Diakui Ismono, akibat penerapan PP 43/2014 tersebut, perangkat desa yang awalnya digaji Rp 900 ribu perbulan sesuai Perbup 39/2014, kini menjadi berkurang. Atau hanya digaji Rp 315 ribu perbulan. Sedangkan untuk kepala desa, yang rencananya digaji Rp 1,8 juta, kini hanya menerima Rp 600 ribu perbulan. Menurutnya, karena adanya rencana pengurangan gaji itu, seluruh perangkat desa sepakat untuk menolak kebijakan tersebut. ‘’Karena kondisi itulah yang menyebabkan seluruh perangkat desa di hampir seluruh kantor desa masing-masing wilayah, memilih meliburkan diri atau tidak masuk kerja Senin (9/2),’’ terang Ismono, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Dadapan, Pringkuku tersebut.
Sebagaimana diketahui, polemik ini muncul ketika dalam perbup 39/2014 yang telah disahkan dijelaskan bahwa penghasilan tetap kades dan jajaran perangkat desa tergantung dari ADD yang diterima setiap desa. Desa yang menerima ADD kurang dari Rp 500 juta nantinya 60 persennya digunakan untuk penghasilan tetap kades dan jajaran perangkat desa. Bagi desa yang mendapat ADD Rp 500 juta- Rp 700 juta perhitungannya 50 persen merupakan besaran penghasilan. Untuk ADD Rp 700 juta-Rp 900 juta perhitungannya 40 persen merupakan penghasilan. Dan untuk ADD di atas Rp 900 juta jumlah perhitungannya 30 persen untuk penghasilan.
Lebih lanjut Ismono mengharapkan agar polemik ini tidak berlanjut. Pemkab sebaiknya mengembalikan peraturan atau kebijakan lama tentang besaran penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa. Yakni, untuk kepala desa Rp 1,5 juta dan perangkat desa sebesar Rp 900 ribu perbulan. ‘’Jika semua itu dijalankan (kebijakan lama) dan tidak harus naik (gajinya) menjadi Rp 1,8 juta untuk kepala desa, saya yakin semuanya sudah berjalan,’’ ungkapnya.
Menurut Ismono, karena berlarutnya masalah ini juga, gaji perangkat desa untuk Januari dan Februari belum terbayarkan. Pasalnya, syarat untuk pembayaran gaji perangkat desa itu harus terlebih dahulu melalui pembahasan APBDes. Sedangkan, hingga saat ini, penyusunan APBDes belum juga dilakoni, karena adanya rencana pengurangan gaji tersebut. ‘’Kalau gaji perangkat desa itu dikurangi, nanti bagaimana mereka juga akan membayar cicilan SK-nya yang telah masuk dalam BPD. Padahal, hampir semua perangkat desa itu, SK-nya sudah dijaminkan ke BPD,’’ jelasnya.
Sementara, menyikapi persoalan tersebut, rencananya pemkab melalui Bupati Indartato bakal menggelar pertemuan terbatas dengan FKKD. Di tempat terpisah, akibat polemik dalam penyusunan APBDes yang sampai saat ini juga tak kunjung kelar, hampir seluruh perangkat desa mogok kerja. Dampaknya, pelayanan terhadap masyarakat setempat pun terganggu.
Di Kantor Desa Kebonagung, misalnya. Masyarakat yang hendak mengurus surat pengantar pinjam bank harus rela menunggu berjam-jam, lantaran tak satupun perangkat desa hadir di tempat. Masyarakat baru mendapatkan pelayanan setelah tiga jam menunggu. ‘’Saya tadi sudah datang pukul 08.00, tapi kantor desa tutup. Kemudian, saya memutuskan pulang, dan kembali lagi ketika pukul 11.00. Beruntung, saat itu sudah ada perangkat desa yang datang,’’ ujar Jono, salah seorang warga Desa Kebonagung, yang ditemui di kantor desa setempat, kemarin (9/2).
Terpisah, Kaur Pembangunan Desa Kebonagung, Sutarto mengakui jika hari ini (kemarin, Red) hampir seluruh perangkat desa di tempatnya kerja memilih tidak masuk. Hal itu disebabkan karena belum adanya kejelasan terkait rencana pengurangan pembayaran gaji mereka perbulan. Yang dimana, awalnya menerima Rp 900 ribu akan dikurangi menjadi Rp 315 ribu. ‘’Tapi, untuk pelayanan tetap berjalan,’’ ungkapnya.


Di pihak lain, Ketua FKKD Pacitan Ismono mengungkapkan ada empat poin yang perangkat desa sepekati sebelum adanya kejelasan terkait nasib gaji mereka. Di antaranya, tidak melaksanakan penyusunan APBDes, tidak melaksanakan tugas perbantuan, tidak melakukan kegiatan yang ada hubungannya dengan pemerintah, seperti misalnya diklat atau lain sebagainya dan tetap melayani masyarakat. (her/eba)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JALAN TAK SELAMANYA LURUS DAN MULUS

UPAYA PEMERHATI KETHEK OGLENG