ARTIKEL PENGABDIAN MASYARAKAT DESA TANGGUH BENCANA

DESA SIRNOBOYO MENUJU TANGGUH BENCANA AGOES HENDRIYANTO, S.P., M.Pd NIMAS PERMATA PUTRI, S. Hum., M. Pd Rafid.musyffa@gmail.com / nimas_pp@yahoo.co.id RINGKASAN Bencana alam rutin yang dialami oleh masyarakat desa Sirnoboyo adalah bencana banjir yang banyak sekali kerugiannya yang pertama berdampak terhadap hasil pertanian dan merusak infrastruktur jalan dan jembatan. Untuk itu maka perlu sekali untuk menjadikan desa Sirinoboyo menuju desa Tangguh bencana sehingga bencana yang merugikan akan dikurangi dampaknya bahkan bisa menjadikan bencana banjir sebagai media untuk menumbuhkan rasa persaudaraan, kesetiakawanan, dan kekeluargaan masyarakat desa Sirnoboyo Tujuan yang ingin dicapai dalam pengabdian sebagai berikut: a) Bentuk kemandirian masyarakat Desa Sirnoboyo untuk mewujudkan Desa Tangguh bencana yang diwujudkan dalam Rencana Penanggulangan Bencana Desa Sirnoboyo; b) Membuat pemetaan daerah rawan Bencana di Desa Sirnoboyo dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa; c) Desa tangguh Bencana di Desa Sirnoboyo; dan 4) Pembentukan Forum PRB Desa dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat Desa Sirnoboyo menjadi desa tangguh bencana? Desa Sirnoboyo masuk pada katagori Desa Tangguh Bencana Madya dengan skor Skor 41. Kata kunci: Desa, Tangguh, Bencana PENDAHULUAN Merujuk pada Misi Program Pengabdian Kepada masyarakat DITLITABMAS Dikti yaitu menciptakan peradaban dan nilai-nilai kehidupan baru bagi masyarakat luas dan juga masyarakat kampus. Dengan demikian, prinsip transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari masyarakat kampus ke masyarakat sekitar dapat terpenuhi. Dengan demikian akan mengalir suatu ide, pikiran, inovasi yang kresatif dari masyarakat kampus yang dapat digunakan sebagai pemecahan masalah di lingkungan masyarakat. Dengan demikian pengabdian masyarakat oleh sivitas akademika STKIP PGRI Pacitan merupakan wujud respon terhadap dinamika kehidupan masyarakat yang senantiasa berkorelasi erat dengan berkembangnya persoalan, kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Bentuk dari pengabdian masyarakat yaitu melakukan bentuk pendidikan kepada masyarakat yang merupakan suatu perwujudan dari suatu kegiatan yang ditujukan untuk mendidik masyarakat atau menguatkan kemampuan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan, jika terkena bencana. Dengan demikian sebuah Desa Tangguh Bencana adalah sebuah desa atau kelurahan yang memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pasca keadaan darurat. Kalau kita lihat wilayah desa Sirnoboyo yang memiliki dua sungai, dari laut berjarak dua km dan termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian di atas permukaan laut empat (4) meter sampai enam (6) meter di atas permukaan laut merupakan daerah rawan bencana. Dengan melihat jumlah penduduk desa Sirnoboyo berjumlah 4327 orang cukup besar untuk ukuran sebuah desa di kabupaten Pacitan. Bencana alam rutin yang dialami oleh masyarakat desa Sirnoboyo adalah bencana banjir yang banyak sekali kerugiannya yang pertama berdampak terhadap hasil pertanian dan merusak infrastruktur jalan dan jembatan. Banjir merupakan air yang melebihi kapasitas tampung di dalam tanah, saluran air, sungai, danau, serta laut yang akan meluap yang mengalir cukup deras menggenangi daratan atau daerah yang lebih rendah dari sekitarnya. Untuk itu maka perlu sekali untuk menjadikan desa Sirinoboyo menuju desa siaga bencana sehingga bencana yang merugikan akan dikurangi dampaknya bahkan bisa menjadikan bencana banjir sebagai media untuk menumbuhkan rasa persaudaraan, kesetiakawanan, dan kekeluargaan masyarakat desa Sirnoboyo. Selain bencana banjir ada lagi bencana yang dapat melanda desa Sirnoboyo yaitu adanya tsunami dari laut karena jaraknya dari pantai sekitar dua kilometer. Untuk itu maka perlu adanya kesadaran masyarakat Sirnoboyo akan bahaya dari Tsunami untuk itu maka perlu adanya penyuluhan masyarakat yang dilakukan secara kontinu oleh sukarelawan yang ada di desa Sirnoboyo. Jika Bencana terjadi akan menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang diperoleh dengan susah payah seperti jalan desa, sarana olahraga, tanggul, pertanian serta dana yang digunakan untuk tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana juga telah mengurangi anggaran yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membangun yang telah direncanakan di RPJM Desa serta program-program pemberantasan kemiskinan. Masyarakat miskin dan kaum marjinal yang tinggal di kawasan rawan akan menjadi pihak yang paling dirugikan, karena jumlah korban terbesar biasanya berasal dari kelompok ini dan pemiskinan yang ditimbulkan oleh bencana sebagian besar akan menimpa mereka Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan pengabdian sebagai berikut: 1) Bentuk kemandirian masyarakat Desa Sirnoboyo untuk mewujudkan Desa Tangguh bencana; 2) Pemetaan daerah rawan Bencana di Desa Sirnoboyo dalam Rencana Kontinjensi Desa Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa; 3) Perdes tentang Desa tangguh Bencana; dan 4) Forum PRB Desa dalam upaya untuk mewujudkan masyarakat Desa Sirnoboyo menjadi desa tangguh bencana. SASARAN DAN LOKASI KEGIATAN Sasaran Kegiatan pengabdian ini adalah seluruh warga masyarakat Desa Sirnoboyo yang terdiri dari 4 Dusun. Keempat dusun tersebut mempunyai potensi Bencana yang berbeda-beda: 1) Dusun Ngemplak mempunyai potensi tanah bergerak, dan banjir yang disebabkan meluapnya sungai Grindulu yang Berasal dari Luapan kali Grindulu dari desa Mentoro dan Menadi; 2) Dusun Mendole dan Suruhan karena kedua wilayah tersebut di apit oleh dua sungai Grindulu dan Sungai Jelok maka sangat Rawan terhadap Bencana Banjir, dan Tsunami; 3) Dusun Krajan rawan bencana Banjir karena adanya sungai jelok dan dekat dengan laut yang hanya berjarak 3 km dari laut yang merupakan zona terkena dampak tsunami. Lokasi kegiatan Pengabdian ini berada di Desa Sirnoboyo, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan. Desa Sirnoboyo Ketinggian wilayahnya: 4-5 m dpl permukaan air laut. Suhu maksimum 32°C dan suhu minimum 28°C . Jarak kantor desa Sirnoboyo ke kecamatan berjarak 3,5 km, ke kabupaten berjarak 2,25 km, ke ibukota propinsi berjarak 271 km. Curah hujan jumlah hari dengan curah hujan 3 hari terbanyak, banyaknya curah hujan: 2,478 mm/thn. Bentuk Wilayah datar sampai berombak meliputi wilayah 100 %. Luas wilayah desa Sirnoboyo 163,195 ha yang terdiri dari: 1) tanah sawah, irigasi setengah teknis seluas 40.653 ha, tadah hujan / sawah rendengan seluas 26,614 ha; 2) tanah kering pekarangan/ bangunan/ emplasement seluas 63,340 ha, tegal/ kebun seluas 19,451 ha. BENTUK KEMANDIRIAN MASYARAKAT Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana mengatur Hak Dan Kewajiban Masyarakat Pasal 26 yang menjelaskan, hak masyarakat dalam penangulangan bencana. Dalam rangka pelaksanaan undang-undang di atas maka pemerintah desa Sirnoboyo mempunyai kewajiban dalam rangka kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana yang senantiasa terintegrasi dalam perencanaan program pembangunan desa atau RPJMDesa. Dengan demikian semua program yang ada kaitannya dengan penanganan bencana alam khususnya banjir dan tsunami senantiasa direncanakan walaupun anggaran yang diperlukan cukup besar. Masyarakat desa hanya menulis dan merencanakan dalam RPJMDes yang selanjutnya akan ditindaklanjuti jika ada program dari pemerintah daerah maupun pusat. Selama tahun 2012, 2013 pemerintah desa Sirnoboyo mendapatkan bantuan anggaran dari Dinas Kelautan Republik Indonesia dalam bentuk bantuan dana pembangunan yang digunakan untuk kesiapsiagaan bencana. Dana tersebut dipergunakan untuk mengurangi resiko banjir di dua dusun yaitu dusun Ngemplak dan Suruhan yang selama ini pada saat musim hujan selalu terkena banjir sebagai akibat meluapnya sungai kebonagung yang masuk melalui pintu air yang rusak. Desa Tangguh Bencana merupakan desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan, jika terkena bencana. Selain itu desa memiliki kemampuan untuk mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber dayamasyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan bencana yang diwujudkan dalam RPJM Desa Sirnoboyo 2013-2018 yang merupakan hasil dari perencanaan masyarakat Desa Sirnoboyo dalam acara Musrengbang desa Sirnoboyo yang berupa bangunan fisik maupun non fisik salah satunya dalam rangka pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pasca keadaan darurat. Di desa sirnoboyo yang termasuk daerah rawan tsunami telah direncanakan dan telah dilaksanakan upaya pencegahan, kesiapsiagaan dan pengurangan resiko yang dilakukan dengan bentuk memperbaiki pintu air, memperbaiki saluran air sepanjang satu kilometer di Dusun Ngemplak hal ini disebabkan karena disepenjang saluran air tersebut ada Sekolah Dasar Negeri Sirnoboyo III jika tidak segera dibangun akan mengakibatkan sekolah tersebut akan terkena imbas longsornya saluran air tersebut dan berdampak pada kegiatan belajar mengajar anak-anak sekolah Dasar. Selain itu dibuat papan petunjuk pengungsian jika terjadi tzunami dan di kasih peta rawan dan jalur evakuasi pada tempat-tempat yang strategis. Program ini bekerjasama dengan dinas kelautan dan Perikanan pusat yang dananya selama 2 tahun 500 juta. Untuk program tahun ketiga ini direncanakan untuk membuat pusat hasil olahan perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat guna meningkatkan ketangguhan dalam menghadapi bencana dengan semakin meningkatnya swadaya masyarakat. Bentuk swadaya masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk kerjabakti masih sangat tinggi. Untuk itu setiap kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat yang dananya masih kurang perlu adanya swadaya tenaga kerja. Dengan demikian setiap program yang dilaksanakan di tiap Dusun di desa Sirnoboyo harus disesuaikan dengan karakteristik masyarakatnya dalam hal kemandirian. Untuk itu memerlukan suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap aspek kehidupan masyarakat desa Sirnoboyo sehingga setiap program pemerintah Desa Sirnoboyo dalam penanggulangan bencana dapat terlaksana dengan baik. Untuk daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah perencanaan pembangunan yang menyangut dusun pemerintah desa akan mencari program yang bukan swakelola. Program non swakelola biasanya programnya akan terintegrasi dengan program lainnya yang langsung ditangani oleh proyek yang ditenderkan kepa pihak kedua. Anggaran yang dipergunakan mempergunakan anggaran daerah atau negara yang dananya sangat besar. PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA DALAM RENCANA KONTINJENSI PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) DESA Rencana Penanggulangan Bencana Desa (RPB Des) Desa Sirnoboyo merupakan rencana strategis untuk mobilisasi sumber daya berbagai pemangku kepentingan, pemerintah maupun non-pemerintah, dalam lingkup desa Sirnoboyo. Konsep RPB Des Desa Sirnoboyo mengadopsi konsep RPB menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Dalam pasal 6 ayat (4) BNPB, BPBD Provinsi, dan BPBD Kabupaten/Kota di setiap tingkatnya wajib menyusun rencana penanggulangan bencana. Menurut pasal 6 ayat (5) rencana penanggulangan bencana tersebut berlaku dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Konsep ini diadopsi di desa Sirnoboyo, menjadi Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Des Sirnoboyo, berlaku selama 5 (lima) tahun seperti Renas PB dan RPB Provinsi dan Kabupaten/Kota. Rencana Penanggulangan Bencana harus disusun bersama masyarakat, karena warga masyarakat di kawasan rawan bencana merupakan pihak yang paling mengetahui ancaman dan paling mengenal wilayahnya. Agar pelaksanaan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dapat melibatkan seluruh pemangku kepentingan, harus ada payung hukum pelindung berupa Peraturan Desa atau perangkat lain yang setingkat di kelurahan. Peraturan ini merupakan bentuk kesepakatan politik di tingkat desa Sirnoboyo, yang direpresentasikan oleh para penyusun, yakni Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa atau institusi serupa di kelurahan. Salah satu nilai strategis yang dapat dicapai dengan RPB dalam bentuk Perdes adalah integrasi isu kebencanaan ke dalam RPJM Desa. Pembangunan berkelanjutan merupakan gagasan pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat pada masa sekarang yang dilakukan tanpa bertentangan dengan kepentingan generasi mendatang guna memenuhi kebutuhan mereka pada masa depan, senada dengan definisi pembangunan berkelanjutan versi WCED yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa harus membatasi potensi untuk memenuhi kebutuhan dari generasi-generasi yang akan datang (Bencana dan Lingkungan, UNDP:1995). Dengan demikian, upaya-upaya PRB pada masa kini hendaknya tidak menciptakan bencana lain pada masa mendatang. Pembangunan berkelanjutan memperhitungkan 3 komponen pokok: (1) lingkungan, (2) sosial, dan (3) ekonomi. Tingkat keberlanjutan dari ketiga komponen ini saling terkait satu sama lain. Beberapa gagasan kunci dalam konsep pembangunan berkelanjutan adalah: (1) Pembangunan harus berwawasan jangka sangat panjang, (2) Pembangunan harus mempertahankan keberadaan sumberdaya alam dan fungsi lingkungan, (3) Pembangunan harus ditujukan untuk mencapai keseimbangan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan peningkatan kualitas hidup dengan pemanfaatan sumberdaya alam dan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri, serta (4) Penerapan pembangunan menuntut adanya keadilan pada saat ini dan masa depan. Upaya-upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas diarahkan untuk menjadi bagian yang terpadu dalam perencanaan pembangunan (RPJMDes, RKP, APBDes) dan kebijakan-kebijakan sektoral. Demikian juga, setiap proses pengelolaan pembangunan harus memasukan unsur-unsur pengurangan risiko bencana. Integrasi tersebut dilaksanakan dalam proses-proses musrenbangdes, penyusunan, dan pengesahan yang secara aktif melibatkan seluruh anggota masyarakat. Bencana dalam pembangunan merupakan upaya menjadikan PRB sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan pembangunan desa dan kebijakan-kebijakan sektoral. Bagi desa yang belum menyusun RPJMDesa dapat secara langsung memasukkan program PRB yang beririsan dengan bidang-bidang atau berdiri sendiri sebagai bidang kebencanaan, sedangkan bagi desa-desa yang sudah memiliki RPJMDesa dapat melakukan revisi atau perubahan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa adalah rencana pembangunan berjangka waktu lima tahunan untuk tingkat desa, yang disesuaikan dengan masa jabatan kepala desa yang disesuaikan dengan Visi dan Misi Kepala Desa.. Proses integrasi melalui tiga tahapan. Pertama, tahap input, dimulai dari penilaian masalah dan potensi desa menggunakan perangkat penilaian desa secara partisipatif/PRA (transek, sketsa desa, kalender musim, diagram kelembagaan), dalam tahap input ini masyarakat terlibat dalam diskusi membahas potensi, masalah, dan ancaman yang ada di desa yang menghasilkan daftar masalah dan potensi atau profil desa sebagai dasar penyusunan kebijakan dan program, profil risiko bencana desa menjadi pertimbangan untuk mengintegrasikan PRB dalam perencanaan pembangunan desa. Kedua, tahap proses, dengan melakukan lokakarya desa dengan pengelompokan masalah, pemeringkatan masalah, pengkajian alternatif tindakan, dan penyusunan program dan kegiatan pembanguman desa yang mengarusutamakan PRB dalam bidang-bidang program yang selanjutnya dilakukan musrenbangdes untuk mengkonfirmasi, menggali input, dan memprioritaskan program. Ketiga, tahap hasil, setelah RPJMDesa direvisi berdasarkan saran dan masukan masyarakat Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa mengesahkan RPJMDesa. Perencanaan pembangunan desa yang mengintegrasikan PRB didasari dengan pendekatan perencanaan yang mengacu pada UU No. 25 Tentang Sistem Perencaan Pembangunan Nasional, yaitu: pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, dan atas bawah (top down) dan bawah atas (bottom up) dengan prinsip berkesinambungan, holistik, mengandung sistem yang dapat berkembang (a learning and adaptive system), serta terbuka dan demokratis (a pluralistic social setting). Kegiatan ini juga disertai dengan peningkatan kapasitas pemerintahan desa guna mendorong terciptanya kebijakan-kebijakan yang mengarusutamakan PRB dengan memperbaharui profil dusun dan desa, pelatihan penyusunan RPJM Desa sesuai dengan Permendagri No. 66/2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa, pelatihan penyusunan Perdes, dan Manajemen Pemerintahan Desa, serta pendampingan penyusunan RPJM Desa. Disamping hal diatas, untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan dengan mengadakan pelatihan public speaking. Rencana Kontinjensi Desa merupakan dokumen perencanaan tingkat desa yang didasarkan pada keadaan darurat yang diperkirakan akan segera terjadi atau dapat terjadi. Rencana kontijensi mungkin tidak diaktifkan jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. Rencana Kontinjensi adalah rencana yang disusun untuk menghadapi suatu situasi krisis yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi dapat pula tidak terjadi. Rencana Kontinjensi (Renkon) merupakan suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi. Renkon Bencana memuat rencana tindakan segera jika terjadi krisis/bencana yang diperkirakan akan terjadi. Rencana kontinjensi berupaya mengidentifikasi kemungkinan kejadian bencana beserta dampaknya bagi masyarakat dan membangun kesepakatan bersama untuk membagi tanggung jawab dalam menghadapinya, serta keputusan tentang mobilisasi sumber daya yang akan dilakukan. Rencana ini mengidentifikasikan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh masing-masing pihak yang dilibatkan dalam penanganan krisis/bencana berikut sumber daya yang akan digunakan. Rencana kontijensi Bencana desa ini hanya digunakan untuk satu jenis bencana saja, dan disahkan dengan Peraturan Kepala Desa atau Keputusan Lurah, yang didasarkan kepada sistem legalisasi yang belaku di pemerintahan desa Sirnoboyo. Renkon dilakukan segera setelah ada tanda-tanda awal (kemungkinan) akan terjadi bencana. Berdasarkan uraian di atas maka banyak sekali permasalahan yang ada di desa Sirnoboyo jika dikaitkan dengan bencana alam. Permasalahan yang pertama masyarakat belum paham terhadap bencana alam, penyebabnya adalah belum adanya sosialisasi terhadap masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat desa. Permasalahan kedua warga masyarakat belum tahu tentang ancaman bencana langkahnya melakukan simulasi beberan tentang ancaman bencana. Permaslahan ketiga kalau terjadi bencana masyarakat tidak tahu harus bagaimana untuk bertindak, hal ini disebabkan belum adanya latihan simulasi investigasi bencana alam. Permaslahan keempat tanggul aliran sungai Grindulu dan Sungai Jelok rawan ambrol atau longsor, hal ini disebabkan bangunan yang sudah tua dan selalu kena erosi dan minim pemeliharaan dari dinas terkait. Permasalahan kelima belum adanya sarana untuk pengungsian baik untuk transportasi maupun tempat pengungsian. Permaslahan keenam irigasi atau saluran tangkis masih yang belum permanen sehingga rawan longsor sehingga perlu normalisasi aliran sungai dan penanaman pohon yang dapat digunakan untuk mengurangi hantaman arus air pada saat sungai banjir sehingga tidak akan membahayakan tanggul. Keenam permaslahan tersebut di atas sangat mendesak untuk ditindaklanjuti oleh lembaga yang berwenang untuk permaslahan di atas. Kegiatan tersebut di atas tidak mungkin dilakukan oleh perorangan hal ini disebabkan anggaran yang sangat besar untuk melaksanakannya. Untuk program yang skala besar dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Sirnoboyo yang terintegrasi dalam semua program yang ada di desa Tersebut baik dari anggaran Alokasi Dana Desa, PNPM Mandiri perkotaan, dan Program Desa Pesisir Tangguh untuk tahun anggaran 2011-2015. PDPT untuk desa Sirnoboyo telah berlangsung selama 2 tahun dan alokasi anggarannya sudah mencapai 750 juta yang tujuannya menjadikan masyarakat desa Sirnoboyo Menjadi Desa pesisir tangguh. Desa Sirnoboyo berjarak 2 km dari pesisir pantai dan masyarakatnya kebanyakan nelayan yang sangat berhubungan dengan laut. PDPT dirancang dan direncanakan oleh warga desa Sirnoboyo yang berdasarkan RPJM Desa Sirnoboyo dengan tujuan semua program akan selalu terintegrasi sehingga tidak ada program yang tumpang tindih. DESA TANGGUH BENCANA Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor: 1 Tahun 2012 secara garis besar Desa Tangguh Bencana adalah desa yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan. Desa Tangguh Bencana akan memiliki komponen-komponen sebagai berikut: 1. Legislasi: penyusunan Peraturan Desa yang mengatur pengurangan risiko dan penanggulangan bencana di tingkat desa 2. Perencanaan: penyusunan rencana Penanggulangan Bencana Desa; Rencana Kontinjensi bila menghadapi ancaman tertentu; dan Rencana; Aksi Pengurangan Risiko Bencana Komunitas (pengurangan risiko bencana menjadi bagian terpadu dari pembangunan) 3. Kelembagaan: pembentukan forum Penanggulangan Bencana Desa yang berasal dari unsur pemerintah dan masyarakat, kelompok/tim relawan penanggulangan bencana di dusun, RW dan RT, serta pengembangan kerjasama antar sektor dan pemangku kepentingan dalam mendorong upaya pengurangan risiko bencana 4. Pendanaan: rencana mobilisasi dana dan sumber daya (dari APBD Kabupaten/ Kota, APBDes/ADD, dana mandiri masyarakat dan sektor swasta atau pihak-pihak lain bila dibutuhkan) 5. Pengembangan kapasitas: pelatihan, pendidikan, dan penyebaran informasi kepada masyarakat, khususnya kelompok relawan dan para pelaku penanggulangan bencana agar memiliki kemampuan dan berperan aktif sebagai pelaku utama dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana Untuk program kegitan ini belum 100 persen terlaksana hal ini disebabkan anggaran desa tidak mencukupi. 6. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana: kegiatan-kegiatan mitigasi fisik struktural dan non-fisik; sistem peringatan dini; kesiapsiagaan untuk tangggap darurat, dan segala upaya pengurangan risiko melalui intervensi pembangunan dan program pemulihan, baik yang bersifat struktural-fisik maupun non-struktural. Kegiatan ini belum dilaksanakan secara maksimal. . Berdasarkian hasil wawancara dan observasi di desa Sirnoboyo dengan menggunakan 60 indikator yang terdapat di Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor: 1 Tahun 2012 Tanggal : 10 JanuarI 2012 Desa Tangguh Bencana. Tingkat ini dapat dicapai oleh desa Sirnoboyo yang dicirikan dengan: 1) Adanya kebijakan PRB yang telah dilegalkan dalam bentuk Perdes atau perangkat hukum setingkat di Desa Sirnoboyo; 2) Adanya dokumen perencanaan PB yang telah dipadukan ke dalam RPJMDes dan dirinci ke dalam RKPDes; 3) Adanya forum PRB yang beranggotakan wakil-wakil masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan kelompok rentan, dan wakil pemerintah desa/ kelurahan, yang berfungsi dengan aktif; 4) Adanya tim relawan PB Desa Sirnoboyo yang secara rutin terlibat aktif dalam kegiatan peningkatan kapasitas, pengetahuan dan pendidikan kebencanaan bagi para anggotanya dan masyarakat pada umumnya; 5) Adanya upaya-upaya sistematis untuk mengadakan pengkajian risiko, managemen resiko, dan pengurangan kerentaan, termasuk kegiatan ekonomi produktif, alternatif untuk mengurangi kerentaan; dan 6) Adanya upaya-upaya sistematis untuk meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan serta tanggap bencana. Skor penilaian Untuk Desa Sirnoboyo 41 masuk golongan Desa tangguh Bencana Madya. Untuk menjadi Desa Tangguh bencana utama masih banyak persyaratan yang harus dapat dipenuhi hal ini sangat bergantung dari tingkat kesejahteraan masyarakat. Untuk pendanaan khususnya pemerintah desa belum berani untuk mengalokasikan anggaran desa untuk keperluan pengurangan Resiko Bencana. Yang dapat diusahakan hanya sebatas merencanakan dalam RPJMDes dan diajukan keinstansi yang lebih tinggi untuk mendapatkan bantuan khususnya bantuan modal dan proyek. PEMBENTUKAN FORUM PRB (PENGURANGAN RISIKO BENCANA) Untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana, Desa dan Kelurahan perlu membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana. Forum ini dapat dibentuk secara khusus atau mengembangkan kelompok yang telah ada di desa dan kelurahan. Forum ini tidak menjadi bagian dari struktur resmi pemerintah desa/kelurahan, tetapi pemerintah dapat terlibat di dalamnya bersama dengan komponen masyarakat sipil lainnya. Forum Pengurangan Risiko Bencana Desa Sirnoboyo adalah wadah yang menyatukan unsur-unsur organisasi/kelompok pemangku kepentingan di tingkat desa yang berkemauan untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana di wilayah desa. Forum ini menyediakan mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kerjasama berbagai pemangku kepentingan dalam keberlanjutan kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana melalui proses yang konsultatif dan partisipatif. Upaya PRB yang menempatkan warga masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana sebagai pelaku utama, sebagai subjek yang berpartisipasi dan bukan objek, akan lebih berkelanjutan dan berdaya guna. Masyarakat yang sudah mencapai tingkat ketangguhan terhadap bencana akan mampu mempertahankan struktur dan fungsi mereka sampai tingkat tertentu bila terkena bencana. Program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: bencana merupakan urusan semua orang, siapa pun turut bertanggung jawab dan wajib bersolider dengan korban dan penyitas bencana; Berbasis Pengurangan Risiko Bencana; Pemenuhan Hak Masyarakat; Masyarakat Menjadi Pelaku Utama; Dilakukan Secara Partisipatoris; Mobilisasi Sumber Daya Lokal; Inklusif. Program pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana menggunakan prinsip pelibatan semua pihak, dengan mengakomodasi sumber-sumber daya dari berbagai kelompok di dalam maupun di luar desa sebagai bagian dari jaringan sosial komunitas desa yang berdasarkan solidaritas dan kerelawanan; Berlandaskan Kemanusiaan; Keadilan dan Kesetaraan Gender; Keberpihakan Pada Kelompok Rentan; Transparansi dan Akuntabilitas; Kemitraan; Multi Ancaman; otonomi dan Desentralisasi Pemerintahan; Pemaduan ke Dalam Pembangunan Berkelanjutan; Diselenggarakan Secara Lintas Sektor. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor: 1 Tahun 2012. Pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Desa Sirnoboyo perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: pertama, penting menghadirkan dan menyuarakan kepentingan kelompok rentan dan mereka yang terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, perlu ada keterwakilan semua unsur masyarakat dan keikutsertaan kelompok marjinal dalam kepengurusan. Ketiga, perlu dijamin agar forum memiliki kelompok kerja yang kompak, efektif, dapat dipercaya dan kreatif. Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Desa Sirnoboyo perlu diberi kewenangan yang cukup dan status hukum yang pasti, sehingga dapat menjalin kerjasama dan hubungan kelembagaan yang baik dengan pemerintahan desa/kelurahan dan pemangku kepentingan lainnya. Keempat, Forum perlu menyusun rencana kerja yang realistis dan dapat dikerjakan, lengkap dengan prioritas rencana aksi masyarakat serta sumber penganggarannya. Berdasarkan Perdes Peraturan Desa Sirnoboyo Kecamatan Pacitan Kabupaten Pacitan. Nomor 09 Tahun 2013 pasal 4 Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Desa Sirnoboyo dan Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Tingkat Dusun se-Desa Sirnoboyo mempunyai tugas: a) menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana; b) mengkoordinasikan upaya bersama untuk mengurangi resiko bencana; c) menyusun rencana kerja yang berorientasi hasil dan selaras dengan kerangka aksi pengurangan resiko bencana; d) Mencatat dan melaporkan aksi-aksi pengurangan bencana; dan e) Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana. Selain Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Desa Sirnoboyo, dapat pula dibentuk Tim Siaga Bencana Masyarakat. Tim ini akan menjadi kelompok masyarakat yang terlibat aktif alam kegiatan-kegiatan tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Pada saat normal tim ini dapat menjadi pendorong upaya-upaya pengurangan risiko bencana. Anggota tim ini dapat saja berasal dari anggota Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Desa Sirnoboyo, tetapi akan lebih diprioritaskan bagi mereka yang siap sedia menjadi relawan bencana. Pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Desa Sirnoboyo dan Tim Siaga Bencana Masyarakat Desa Sirnoboyo diatur dalam perdes Nomer tahun 2014. Agar Pengembangan Desa Sirnoboyo Tangguh Bencana dapat terlaksana dengan baik, kapasitas masyarakat dan aparat pemerintah Desa Sirnoboyo dalam isu keorganisasian dan pengurangan risiko bencana perlu ditingkatkan. Penguatan kapasitas dalam isu keorganisasian akan diberikan dalam kerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat dan/atau perguruan tinggi melalui lokakarya atau lokalatih di lapangan dalam topik-topik seperti pengorganisasian masyarakat, kepemimpinan, manajemen organisasi masyarakat, dan topik-topik terkait lainnya. SIMPULAN Perencanaan pembangunan desa yang mengintegrasikan PRB didasari dengan pendekatan perencanaan yang mengacu pada UU No. 25 Tentang Sistem Perencaan Pembangunan Nasional, yaitu: pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, dan atas bawah (top down) dan bawah atas (bottom up) dengan prinsip berkesinambungan, holistik, mengandung sistem yang dapat berkembang (a learning and adaptive system), serta terbuka dan demokratis (a pluralistic social setting). Peningkatan kapasitas dalam isu Pengurangan Resiko Bencana (PRB) akan meliputi pelatihan-pelatihan dalam Pemetaan Ancaman, HVCA atau Penilaian Ancaman, Kerantanan dan Kapasitas PMI, metode-metode PRA (Participatory Rural Appraisal) atau Penilaian Pedesaan Partisipatif, dan metode-metode serupa lainnya yang dibutuhkan. Peningkatan kapasitas juga akan dilakukan melalui penyediaan peralatan dan perangkat-perangkat sistem peringatan dini dan kesiapsiagaan bencana yang terjangkau dalam konteks program. DAFTAR PUSTAKA BNPB. 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2012. Jakarta Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Pembangunan Desa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

JALAN TAK SELAMANYA LURUS DAN MULUS

UPAYA PEMERHATI KETHEK OGLENG