SENI KETHEK OGLENG DAN SITUASI SOSIAL POLITIK


Kethekogleng.

Pacitan, 28 Oktober 2018
 
Bersama berjalannya waktu manusia memang tidak selalu tau apa yang akan terjadi, di masa kejayaan Sutiman menikmati hasil jerih payahnya, tiba-tiba takdir menentukan lain dengan datangnya peristiwa G-30S/PKI yang berdampak terjadi kerusuhan dimana-mana dan membuat kehidupan masyarakat goyah karena merasa terancam keselamatanya, sehingga takut melakukan segala aktivitas yang berujung menderita akibat lumpuhnya perekonomian. Dampak dari peristiwa tersebut membuat Sutiman merasa sangat terpukul karena harus membatalkan puluhan job yang sudah diterimanya.

Rasanya seperti tidak ada lagi harapan untuk menempuh hari esok, berbagai insiden kebengisan terjadi dimana-mana sehingga membuat pikiran menjadi buntu. Sebagai rakyat jelata yang ada dalam pikiran hanyalah rasa takut menghadapi situasi mencekam yang penuh kebrutalan walau sebenarnya sama sekali tidak tahu menahu sebab dan akibat kejadian itu, tetapi mau tidak mau harus ikut menanggung akibatnya hidup jadi menderita, siang malam selalu dihantui rasa ketakutan dan kecemasan yang sama sekali tidak ada ketenangan untuk mencari kehidupan, dan yang lebih membuat trauma lagi ketika mendengar kabar kejadian saling bantai dan membunuh dengan cara sangat keji, rasanya sangat tipis harapan untuk bisa bertahan hidup jika tidak segera turun pertolongan Tuhan menyelamatkan hamba-Nya.

Tuhan memang Maha Mendengar dan Pengasih, atas karunia-Nya situasi yang semula mencekam, tiba-tiba datang cahaya penerang jiwa bersama terdengarnya himbauan pemerintah meminta agar masyarakat tidak panik karena keamanan sudah terkendali, dan diperintahkan untuk melakukan aktifitas seperti biasa, berita itu seketika menjadikan suasana bak ayam keluar kandang di pagi hari, setelah pulihnya keamanan dan datangnya perlindungan, masyarakat yang semula sembunyi-sembunyi kini telah merasa bebas kembali kealam yang terang benderang meski harus mengikuti anjuran pemerintah untuk membatasi kebebasan bepergian dengan alasan untuk mempermudah proses penuntasan keamanan.

Bagi masyarakat awam yang tidak merasa terlibat permasalahan, tentu akan merasa aman-aman saja, seperti halnya Sutiman yang selama itu dikenal sebagai pemuda lugu, sehingga tidak terindikasi mengikuti kegiatan terlarang. Meski demikian rasa traumanya seakan-akan masih membuat enggan melakukan aktivitas seninya dan dibiarkan terbengkelai hingga berbulan-bulan menunggu hingga situasi benar–benar aman dan masyarakat diberi kebebasan untuk melaksanakan kegiatan seperi sediakala.
“Sejak munculnya peristiwa itu, rasanya seperti tidak ada lagi kehidupan, sebagai masyarakat awam adanya hanya rasa takut menunggu kematian, padahal job yang saya terima waktu itu masih banyak dan terpaksa dibatalkan karena tidak tahu sampai kapan peristiwa mencekam itu berakhir pokoknya hilang semua niat untuk meneruskan kegiatan seni kethek ogleng, bahkan keadaan berangsur pulihpun tidak langsung bangkit sebelum rasa trauma hilang dengan sendirinya.”

Zaman sudah kembali tenteram, perekonomian masyarakat telah berangsur-angsur membaik. Memasuki tahun 1971 kalau tidak salah pada waktu itu pemerintah sedang mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan umum yang akan dilaksanakan tahun 1972, dan sejak itu pula pejabat pemerintah daerah mulai memberdayakan seni Kethek Ogleng sebagai tontonan terunik. Bupati Pacitan, Bapak Kusnan, meminta lurah desa Tokawi Daman Harjo Prawiro, supaya mengirimkan seni Kethek Oglengnya untuk mengisi hiburan dalam rangka gebyar kampanye Partai Golkar di usia pertamanya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

32 HARI KETHEK OGLENG DI ISSEH

GENERASI MILENEAL KETHEK OGLENG